Hari minggu tanggal 5 Juni kemarin atau satu hari sebelum
menjalankan ibadah puasa ramadhan. Kami (aku dan suamiku) nyadran ke makam
kedua anak kami. Nyadran adalah ritual yang dilakukan dengan mengunjungi makam
sanak saudara/kerabat yang sudah meninggal. Adapun yang dilakukan disana adalah
mendoakan sang arwah dan menaburkan bunga diatas makamnya. Ritual ini biasanya
dilaksanakan hari kamis/jum’at. Atau hari-hari menjelang puasa Ramadhan,
seperti saat ini.
***
Makam begitu ramai ketika kami berdua datang. Nampak berbagai macam orang yang mengunjungi makam keluarga mereka. Meski mereka orang yang berbeda, namun roman muka mereka semua sama. Sama-sama menyimpan guratan kesedihan yang mendalam.
Setelah memarkirkan motor, aku dan suamiku beranjak menuju
makam anak-anak kami. Letaknya berdekatan satu sama lain. Ada perasaan yang
begitu perih begitu melihat kedua gundukan itu disana. Kami pun bergegas membersihkan sekitar makam. Ada sebuah nama yang terpampang di masing-masing
patok. Lengkap dengan tanggal kelahiran dan kematian mereka. Filza Liyana lahir tanggal 28 Oktober 2010 dan meninggal tanggal 15 Mei
2011. Sedangkan patok satunya bertuliskan nama adiknya, Huzzi Firdaus Al Harits. Lahir pada tanggal 13 Juli 2014 dan meninggal
ditanggal yang sama.
Begitu selesai membersihkan dedaunan kering diatas makam
mereka berdua, aku menyodorkan buku tahlil kepada suamiku, agar beliau memimpin
do’a. Aku menundukkan kepala agar air mataku tertahan. Tapi
untuk kesekian kalinya (dan mungkin selamanya) akan tetap sama. Buliran itu
takan pernah bisa dicegah untuk tak keluar dari muaranya. Ah, mataku berkeliling. Tampak semua
orang melakukan hal yang sama. Bahkan ada yang terisak meninggalkan suara.
Akupun terhanyut. Kubiarkan air mata itu jatuh dan terus menderas seiring doa
yg ku lagukan keras, dalam hatiku.
Aku semakin tak sanggup menahan isak ketika menaburkan
bunga. Memetik kelopak demi kelopak untuk kemudian menghamburkannya diatas makam. Ada
berjuta kenangan disana. Dari
detik-detik kelahiran mereka, sampai hari-hari terindah dalam hidupku ketika
filza ada. Sedang Huzzi, ada jutaan rasa bersalah yang selalu mengusik dan
menyeruak untuk hadir disetiap sudut
hati yang paling dalam. Rasa bersalah karena belum sempat mengecupnya. Mengelusnya.
Memeluknya, bahkan untuk sekedar melihat sosoknya. Aku hanya punya 2buah foto
dan sebuah video ketika dia berada di NICU untuk mendapatkan oksigen lewat
selang sebagai kenang-kenangan. Berjuta sesal itu tiba-tiba bermunculan. Sesal ketika hari kelahirannya yang kuundurkan,
sesal karena aku yang sempat berharap agar dia berjenis perempuan dan sesal
sesal sesal yang saling unjuk diri dan berjejal dikepala. Ah rasanya kalo aku
diijinkan untuk sejenak memeluknya, aku hanya ingin berucap maaf maaf dan maaaffffffff yang tiada terkira. Tapi kusadari waktu takan pernah kembali. Oleh
karenanya, aku yang selalu berderai melihat makam huzzi. (Semoga kelak,
jika aku dipertemukan kembali, dia akan memelukku dan bersedia tidur
dipangkuanku. Mengijinkanku membelainya, memangku dan memeluknya erat. Semoga.)
Belum selesai air mata ini menetes, kudengar seorang ibu
yang sedang kesal dan setengah mengumpat. Ada bebrapa anak kecil dan beberapa
orang dewasa yang mengerumuninya. Mereka berebut untuk meminta uang kepada sang
ibu tersebut. Hatiku kembali tergelitik. Ada seorang anak kecil yang umurnya sekitar
dua tahun diatas filza ikutan merengek untuk mendapatkan uang seperti
orang-orang disana. Sedangkan orang dewasa
disebelahnya tampak bertato hampir disluruh tangannya.
Ingatanku melayang pada jaman dulu. Duluuu sekali ketika aku
masih kecil dan diajak oleh ibu untuk nyadran ke makam eyang buyutku. Sang
penjaga adalah seorang bapak renta dengan baju koko lusuhnya. Tampak membungkuk
ketika kami menyodorkan uang sebagai ucapan terimakasih telah menjaga makam.
Tak hanya menerima uang, beliau bahkan mendoakan kami agar ikhlas dan juga
tambah rejekinya. Bukan seorang dewasa bertato atau bahkan anak-anak dibawah
umur yang seharusnya tempat bermainnya bukan di area kuburan. Bukan juga saling
berkeroyok untuk memeperebutkan uang. Bukan mengumpat ketika uang yang
diberikan tidak sesuai keinginan, tapi mendoakan. Bukan dengan pakaian
sobek-sobek ala preman, tapi baju koko atau at least baju yang sopan.
Benar-benar fakta berbalikan yang membuat miris juga giris.
Sentuhan tangan suamiku membuyarkan semua kenangan. “Waktu
untuk pulang” isyaratnya dengan menjentikkan salah satu jarinya di atas jam tangan. Aku
beranjak berdiri setelah sebelumnya menempelkan jari dibibir dan mengecupkannya
diatas kedua patok bergantian.
“Selamat jalan, Nak.” Ujarku pelan. “Doakan Mamah Papah dan
saudara2mu kelak bisa menjemput kalian digerbang yang sudah Tuhan tentukan,ya.
Sambut kami disana dengan pelukan. Mamah rindu dan sayang kalian.”
Kamipun bergegas pulang. Berbeda dengan sang ibu tadi, tak
tampak anak kecil dan orang dewasa bertatoan menyambangi. Hanya seorang bapak yang sudah agak tua
meminta “jatah”nya. Setelah mengulurkan uang dan bapak itu membalikkan badan, aku mencoba melihat sekitar. Menangkap semua dalam memori ingatan. Tentang
semua kenangan juga semua hal yang berhasil mengiris perih hatiku tadi. Disini.
Purwodadi, 10 Juni 2016
Sabar bu, begitulah hidup ujian sedih senang, tapi tetap indah jika kita bisa mengambil hikmahnya
ReplyDeleteIya mba vita. Romantika hidup yg harus kami berdua jalani. Banyak skali hikmahnya. Terimakasih ya.
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteTerharu membacanya, pasti ada hikmah dibalik semuanya ya Mbak :) Salam kenal Mbak Rahma :)
ReplyDeleteAamiin. Aamiin. Pasti seperti itu adanya. Tetap sllu percaya janji Allah kalo selalu ada kemudahan setelah kesulitan. Kebahagiaan setelah kesusahan. Terimakasih sudah berkenan mampir. Jabat erat buat mba widya =)
DeleteAamiin. Aamiin. Pasti seperti itu adanya. Tetap sllu percaya janji Allah kalo selalu ada kemudahan setelah kesulitan. Kebahagiaan setelah kesusahan. Terimakasih sudah berkenan mampir. Jabat erat buat mba widya =)
Deleteturut berduka cita ya mbak..saya jadi ikut larut di dalamnya..smoga Allah memberi penggantinya yang lebih baik ya mbak..
ReplyDeleteAamiin.Terimakasih y mb. Semoga Allah membalas doa mba prana dgn sejuta kebaikan2NYA. Aamiin
DeleteJeng rahma, sungguh ,mengharukan tulisan kamu. Smg sll dlm keadaan sehat buat jeng rahma dan klrg ya....
ReplyDeleteAamiin. Makasiy y jeng. Doa yg sama untukmu dan keluarga. *peluuuk*
DeleteAh ... saya sedih sekali membaca tulisan ini Mbak ...
ReplyDeletePasti sedih sekali kehilangan permata yang baru berusia 7 bulan ...
lalu kemudian disusul adiknya yang baru berusia beberapa saat
Tetapi insyaALLAH mereka akan mendoakan Mamah-Papahnya dan saudara-saudaranya dari Sorga. Amiiinnn
Salam saya Mbak
Iya pak.. aamiin dan terimakasih sekali buat doanya. Salam hangat kembali dari kami sekeluarga ^^
ReplyDelete