Friday 9 December 2016

Takdir baik atau takdir buruk?



"Say, yang di Dp si "melati" apa bener si melati? kok DP-nya pakai cadar? Jadi menakutkan gt ya?"
Tulis sebuah pesan bbm yg masuk siang ini.
Buru2 aku mengecek langsung dari hapeku.
Kutulis namanya di pencarian kontak. Karena banyaknya pertemanan di bbm.
Aku tersenyum ketika melihat gambar sahabatku sejak kecil tersebut.
Dia nampak anggun dengan gamis syar'i hitam lengkap dengan cadarnya.
"Iya, itu melati." Balasku.
"Kamu donk yang temannya dikasih tahu atau dibilang2in, gitu. Bla...blaaa...blaaaaa...." dan masih banyak lagi  serentetan kalimat pelengkap keheranan lainnya.

     Bukan seorang itu saja, sore ini, sampai malam. Masih ada bbm yg masuk dan menanyakan hal yg sama.
"Sungkan" alasan mereka kalau kuminta untuk menyakannya lgsung kepada si empunya badan.
Yasudahlah, aku menjawab setahunya saja.
Karena sebetulnya aku sudah tidak heran. Terakhir pertemuanku dengan Mel, dia sudah cerita bahwa suaminya sudah menjadi seorang "uztad" didaerahnya. Mel mulai belajar mengaji dan sedikit demi sedikit menarik diri dari  sosial media yg diikutinya.
Kami, aku dan kedua temanku lainnya yang hadir dipertemuan itu hanya bisa saling berpandangan mendengar cerita Mel. Bukan apa-apa. Mel sudah menjadi sahabat kami sejak kecil. Kami sduah tahu benar gaya hidupnya. Keluar masuk club malam sudah pernah dijabaninya. Pulang malam bahkan pagi untuk berdugem ria sudah menjadi biasa baginya. 
     Dan sekarang ketika semua orang melihat penampilannya. Sungguh tidak mengejutkan kalau menuai banyak pertanyaan. 
Tiba2 tanganku bergerak pelan.
"Itu takdir baik, insyaallah. Mari kita doakan." Jawabku kemudian. Asal-asalan. Namun membuatku kembali berpikir panjang.

Tentang takdir baik atau buruk?

Ah, bukankah kita tidak pernah tau mana yg baik/buruk untuk kita bukan?
"Bisa jadi apa yg menurutmu baik itu buruk bagimu, dan yg menurutmu buruk itu baik bagimu." Begitu kurleb kata pak uztad yg pernah aku dengar. Ada banyak orang yang terkadang menganggap takdir baik seseorang, sebagai takdir buruk. Seperti kasus Mel diatas.

    Ketika aku beranggapan itu takdir baik, maka tak ayal aku sendiri menuai beberapa cercaan dari teman-teman sepermainan. Seperti mengaca pada diri sendiri. Dua kali mengalami kehilangan anak sudah cukup bagiku untuk menganggap itu adalah sebuah "takdir buruk". Tapi kembali lagi ke kata Pak Uztad, meski sekeras apapun aku mengalami "guncangan", aku tidak pernah tahu apa yang baik bagiku. Masih pekat sekali dalam ingatan, ketika sepeninggal Filza, anak kami yang pertama. Ayahnya diterima kerja ditempat yang jauh lebih baik sangat dari sebelumnya. Hujan rejeki seperti sedang ditumpahkan olehNYA. Meski disatu sisi, rasa sedih yang teramat sangat besar karena kehilangan seorang anak tetap terus mengikuti. Tetapi pada akhirnya aku menyadari bahwa Tuhan terlalu sayang. Hingga tidak membiarkan aku jauh sedikitpun dariNYA. Termasuk ketika pada akhirnya, aku mengalami lagi kehilangan seorang anak yang seharusnya menjadi putera ketiga kami. Aku tetap dekat denganNYA. Ibadah jadi terasa lebih nikmat, karena aku bisa menangis sepuasnya di malam-malam panjangku bersamaNYA,

Dan adakah takdir yang lebih baik selain takdir untuk menjadi  umatNYA yang lebih dekat lagi pada NYA?
Bagiku, takdir baik atau buruk, selama kamu masih punya keyakinan dan iman kepadaNYA, maka itu adalah sebaik-baiknya takdir baik. Insyaallah.




3 comments:

  1. Iya mba, setiap ketentuan Allah pasti yang terbaik buat kita ya hanya kadang butuh waktu memahaminya..

    ReplyDelete
  2. Iya mba, selalu butuh waktu dan proses untuk memahami ketentuan2nya. Secara kita sudah terbiasa menge"judge" sesuatu dengan cepat dan sesuai versi kita yaa ^^' *ngacain diri sendiri*

    ReplyDelete

Mohon berkomentar dengan baik ya. Terimakasih.

rahmamocca. Powered by Blogger.

Followers

Search This Blog